Friday, June 27, 2014

Etika Kampanye

Kampanye adalah upaya mempropagandakan partai dan program-programnya dalam rangka menarik dukungan dan simpati masyarakat. Kampanye merupakan bagian penting dalampercaturan politik. Melalui kampanye, suatu partai dapat memperkenalkan programprogramnya, sekaligus dapat menarik simpati pemilih agar memberikan hak suara dan dukungan mereka kepada partai tersebut.

Etika Politik
Masa kampanye pilpres akan menjadi ujian, apakah kita memang layak menyebut diri sebagai bangsa yang religius, bersopan-santun, bermartabat dan berkeadaban. Peran positif para pemimpin/tokoh agama-agama dan para cendekiawan amat diharapkan untuk mencerahkan dan mendidik rakyat pemilih untuk memilih dengan 3N. Tidak hanya Naluri, melainkan terutama dengan Nalar dan Nurani. Amin Rais menjadi contoh memilih dengan naluri, ketika menganjurkan untuk memilih capres yang gagah dan kaya. Anis Baswedan menjadi contoh memilih dengan nurani ketika menganjurkan untuk memilih orang baik, jujur, sederhana. Ketiga-N adalah anugerah Sang Pencipta yang harus kita gunakan dengan penuh tanggungjawab. Namun yang membedakan manusia dari hewan adalah nalar dan nurani. Dalam rangka itulah penulis mengutip penegasan Paus Yohanes Paulus II “7 prinsip etika politik” yang sebenarnya dapat kita temukan dalam berbagai nilai-nilai budaya dan kerarifan lokal kita. Ketujuh prinsip itu adalah kebaikan hati, keberpihakan pada kehidupan, kesejahteraan umum, subsidiaritas, solidaritas, hak-hak azasi manusia, dan penolakan kekerasan. Ketujuh prinsip etis itu kita temukan juga dalam Pancasila sebagai panduan etik hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam pesta demokrasi yang akan berlangsung tidak lama lagi, pelanggaran-pelanggaran oleh tim sukses yang hendak berkampanye bagi pasangan tertentu, sebisa mungkin harus dihindari. Apalagi kalau pelanggaran kampanye dilakukan oleh pejabat negara yang berupaya menarik simpati massa dengan menghalalkan segala cara tanpa mengikuti aturan yang berlaku. Padahal bila kita mengacu pada Pasal 80 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, dijelaskan bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang mengungtungkan dan merugikan salah satu pasangan selama masa kampanye.
Persoalan pelanggaran dalam kampanye sebisa mungkin menjadi perhatian dari Bawaslu yang memiliki wewenang untuk mengawasi atribut kampanye oleh partai politik tertentu. Dalam menghadapi pesta demokrasi seperti Pilpres, Bawaslu perlu memberikan peringatan keras kepada tim kampanye masing-masing calon yang melanggar tata cara kampanye sesuai dengan Undang-Undang sehingga tindakan pelanggaran tidak merajalela pada saat Pemilu berlangsung. Pengawasan ketat dimaksudkan untuk menciptakan iklim demokrasi dalam Pemilu yang sesuai dengan harapan rakyat dan memberikan angin segar bagi terbangunnya kepemimpinan ideal di masa depan.
Berbagai bentuk pelanggaran kampanye tersebut setidaknya harus ditindaklanjuti secara serius oleh Bawaslu yang bertanggung jawab langsung guna memberikan pengawasan secara ketat terhadap pasangan calon yang melakukan tindakan indisipliner. Jika tidak, pesta demokrasi dalam Pemilu akan tercoreng oleh tindakan semena-mena tim sukses yang seringkali mengabaikan cara berkampanye yang santun dan elegen.
Menghindari Politik Machiavellis
Pemilu 2014 bisa menjadi momentum luar biasa untuk menata demokrasi menuju Indonesia baru. Pemilu tidak boleh hanya dijadikan tujuan untuk menarik simpati massa agar memperoleh kemenangan dalam pesta demokrasi, melainkan juga menjadi momentum untuk mensosialisasikan pendidikan politik bagi warga masyarakat yang belum mengerti tentang dinamika politik nasional, terutama ketika pemilihan umum berlangsung. Cara-cara licik dan keinginan untuk menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan sesaat harus dihindari sebisa mungkin oleh setiap pasangan calon.
Bila kita amati lebih mendalam, dinamika politik di negeri ini sudah terjebak pada platform “politik untuk kekuasaan”. Artinya, politisi kita seringkali memanfaatkan kendaraan politik hanya untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan semata, sementara nilai-nilai demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi malah diabaikan. Tidak heran bila filsafat Machiavelli patut menjadi refleksi kita tentang sang penguasa yang menghalalkan segala cara untuk mengintimidasi publik agar bertekuk lutut pada keinginan kekuasaan yang dikendalikan oleh penguasa tamak, licik, rakus, dan banal.
Kita tidak bisa membayangkan betapa menonjolnya penguasa dan politisi negeri ini yang mengamalkan gagasan-gagasan Machiavelli. Pertama, dalam rangka meraih kekuasaan, Machiavelli mengajarkan bahwa seseorang yang ingin meraih kekuasaan (tujuan), cara apapun bisa digunakan (the ends justify the means). Kedua, dalam rangka mempertahankan kekuasaan, Machiavelli mengajarkan bahwa seorang politisi harus memiliki dua sifat, yaitu sifat manusia– tulus, penyayang, baik, pemurah– tetapi juga memiliki sifat-sifat binatang atau sifat tidak terpuji, jahat, kikir, licik, bengis dan kejam. (Machiavelli, The Art of War, 2002).
Dalam kondisi demikian, politik Machiavellis sebisa mungkin harus dihindari demi menuju Indonesia baru yang terlepas dari sifat kerakusan penguasa di negeri ini. Hal ini disadari karena politik Machiavellis ternyata sering digunakan oleh sebagian politisi dan pejabat pemerintahan yang menduduki posisi strategis. Kita bisa mengambil contoh dalam Pemilu yang kerapkali diwarnai oleh tindakan intimidatif dan maraknya politik uang (money politic) yang bisa menghancurkan tatanan demokrasi kita. Maraknya politik uang semakin memberikan bukti nyata bahwa kendaraan politik hanya digunakan untuk merengkuh kekuasaan, sementara kepentingan masyarakat yang lebih besar malah dikesampingkan.
Cermin politik Machiavellis tidak hanya berkutat pada persoalan menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan, tetapi juga mengabaikan nilai-nilai moralitas yang menjadi pijakan dalam berdemokrasi. Menurut ajaran Machiavellis, penguasa tak perlu mempertimbangkan nilai-nilai moralitas untuk meraih kekuasaan, karena penguasa yang cerdik dan licik dapat menyingkirkan pesaing yang potensial untuk tampil sebagai pejabat pemerintahan. Politik Machiavellis bisa saja terlihat menunjukkan tindakan moralitas, semisal murah hati, jujur, adil, dan merakyat, namun tindakan itu hanya bersifat artifisial yang menyimpan imaji-imaji kosong dan nihil. (Kompas, 14/5/2010).

sumber:

Etika IT-Forensik

Berbicara mengenai IT Forensik, di Indonesia juga sudah terdapat IT Forensik tetapi belum jelas keberadaannya (Hanya orang tertentu saja dan saat ini hanya ada di pihak kepolisian yang menangani masalah cyber crime). IT Forensik merupakan pengusut kejahatan yang bertindak mencari barang bukti dilihat dari segi Teknologi yang digunakan.

Mengapa perlu adanya IT Forensik?

Karena modern ini kejahatan atau tindak merugikan atas dasar ketidak sengajaan tidak hanya terjadi didalam dunia nyata saja, melainkan telah merambah kedalam dunia digital, hal ini dikarenakan perkembangan zaman yang semakin cepat telah membuat masyarakat konvesional beralih menjadi masyarakat digital, dan tentu saja dimasa transisi tersebut menimbulkan berbagai macam lubang kejahatan baru disamping adanya peluang usaha dan kegiatan baru.

Kejahatan atau kejadian dalam dunia nyata sangatlah berbeda dengan dunia digital, karena jikalau di dunia nyata suatu kejadian yang telah terjadi hanya dapat di reka ulang maka lain halnya didalam dunia digital, bahwa setiap kejadian yang telah terjadi dapat dimunculkan kembali(buka perekaan) untuk dijadikan sebagai bukti otentik dalam menyelsaikan suati kasus, dan tentu saja hal ini jauh berbeda dengan apa yang harus dilakukan polisi dengan seorang IT Forensik.

Bagaimana seharusnya perkerja IT Forensik dimata pemerintah?

Pekerja IT Forensik dimata pemerintah seharusnya sudah mempunyai badan hukum dan regulasi tersendiri yang tersahkan kedalam Undang-udang dasar Negara, sehingga seorang IT Forensik memiliki keberadaan yang dijalas baik dimasyarakat maupun pemerintah, maka beranjak dari hal tersebut kegiatan yang dilakukan seorang IT Forensik memiliki hak dan privasi yang terlindungi oleh Undang-undang dasar Negara, sehingga tidak terjadi lagi kasus-kasus penyalahan seorang IT Forensik atas kegiatan yang dilakukan untuk tergugat/target dengan dalih hak privasi yang justru memberatkan dirinya.


KUNCI UTAMA FORENSIK IT
Terdapat empat elemen Kunci Forensik yang harus diperhatikan berkenaan dengan bukti digital dalam Teknologi Informasi, adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi dalam bukti digital (Identification/Collecting Digital Evidence)
Merupakan tahapan paling awal dalam teknologi informasi. Pada tahapan ini dilakukan identifikasi dimana bukti itu berada, dimana bukti itu disimpan, dan bagaimana penyimpanannya untuk mempermudah penyelidikan.
2. Penyimpanan bukti digital (Preserving Digital Evidence)
Bentuk, isi, makna bukti digital hendaknya disimpan dalam tempat yang steril. Untuk benar-benar memastikan tidak ada perubahan-perubahan, hal ini vital untuk diperhatikan. Karena sedikit perubahan saja dalam bukti digital, akan merubah juga hasil penyelidikan. Bukti digital secara alami bersifat sementara (volatile), sehingga keberadaannya jika tidak teliti akan sangat mudah sekali rusak, hilang, berubah, mengalami kecelakaan.
3. Analisa bukti digital (Analizing Digital Evidence)
Barang bukti setelah disimpan, perlu diproses ulang sebelum diserahkan pada pihak yang membutuhkan. Pada proses inilah skema yang diperlukan akan fleksibel sesuai dengan kasus-kasus yang dihadapi. Barang bukti yang telah didapatkan perlu diexplore kembali beberapa poin yang berhubungan dengan tindak pengusutan, antara lain: (a) Siapa yang telah melakukan. (b) Apa yang telah dilakukan (Ex. Penggunaan software apa), (c) Hasil proses apa yang dihasilkan. (d) Waktu melakukan. Setiap bukti yang ditemukan, hendaknya kemudian dilist bukti-bukti potensial apa sajakah yang dapat didokumentasikan.

4. Presentasi bukti digital (Presentation of Digital Evidence).
Kesimpulan akan didapatkan ketika semua tahapan tadi telah dilalui, terlepas dari ukuran obyektifitas yang didapatkan, atau standar kebenaran yang diperoleh, minimal bahan-bahan inilah nanti yang akan dijadikan “modal” untuk ke pengadilan. Proses digital dimana bukti digital akan dipersidangkan, diuji otentifikasi dan dikorelasikan dengan kasus yang ada. Pada tahapan ini menjadi penting, karena disinilah proses-proses yang telah dilakukan sebelumnya akan diurai kebenarannya serta dibuktikan kepada hakim untuk mengungkap data dan informasi kejadian.

Tools IT Forensik
Safe Back. Dipasarkan sejak tahun 1990 untuk penegakan Hukum dan Kepolisian. Digunakan oleh FBI dan Divisi Investigasi Kriminal IRS. Berguna untuk pemakaian partisi tunggal secara virtual dalam segala ukuran. File Image dapat ditransformasikan dalam format SCSI atau media storage magnetik lainnya.
EnCase. Seperti SafeBack yang merupakan program berbasis karakter, EnCase adalah program dengan fitur yang relatif mirip, denganInterface GUI yang mudah dipakai oleh tekhnisi secara umum. Dapat dipakai dengan Multiple Platform seperti Windows NT atau Palm OS. Memiliki fasilitas dengan Preview Bukti, Pengkopian target,Searching
dan Analyzing.
Pro Discover. Aplikasi berbasis Windows yang didesain oleh tim Technology Pathways forensics. Memiliki kemampuan untuk merecover file yang telah terhapus dari space storage yang longgar, mengalanalisis Windows 2000/NT data stream untuk data yang
terhidden,menganalisis data image yang diformat oleh kemampuandd UNIX dan menghasilkan laporan kerja

CONTOH KASUS IT FORENSIK :

MEMBONGKAR KORUPSI DAN FRAUD
Coba copy satu file microsoft word anda dari satu folder ke folder yang lain. Kemudian klik kanan dan bandingkan ‘properties’ di masing-masing file.
Kalau kita sekedar ‘copy’ dan ‘paste’, di masing-masing file itu akan terdapat perbedaan dalam informasi file ‘created’, ‘modified’, dan ‘accessed’ (lihat bagian yang ditandai kotak warna merah). Itu berarti file tidak dianggap ‘otentik’ lagi karena sudah ada perubahan/perbedaan dari kondisi awal.
Di situlah letak keistimewaan IT forensik, dengan hardware atau software khusus, data yang diambil untuk dianalisa akan benar-benar otentik atau persis sama sesuai dengan aslinya. Lebih istimewa lagi, software IT forensik juga dapat memeriksa data atau file bahkan yang sudah terhapus sekalipun (biasanya pelaku korupsi atau fraud berupaya menghilangkan jejak kejahatannya dengan menghapus file-file tertentu).
Beberapa vendor yang menyediakan teknologi IT forensik misalnya Paraben, Guidance (EnCase), GetData (Mount Image), dll.

sumber:
http://www.rumahkiat.com/it-forensik-di-indonesia/

Etika Audit

KEPERCAYAAN PUBLIK

Kepercayaan masyarakat umum  sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka.

(Nugrahiningsih, 2005 dalam Alim dkk 2007)


TANGGUNG JAWAB AUDITOR

KODE ETIKA PROFESIONAL DALAM PROFESI AKUNTAN

Kode ini menjelma dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh CPA/Akuntan Publik kepada publik.

1. CPA harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.

2. CPA harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.

3. CPA harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.


TANGGUNG JAWABDASAR AUDITOR

Kode ini menjelma dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh auditor kepada publik.

1.      Auditor harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif

2.      Auditor harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.

3.     Auditor harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab       mereka kepada publik.


INDEPENDENSI AUDITOR

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.

Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktek akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Di samping itu, auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen tetapi ia harus pula menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Dengan demikian, di samping auditor harus benar-benar independen, ia masih juga harus menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat bahwa ia benar-benar independen. Sikap mental independen auditor menurut persepsi masyarakat inilah yang tidak mudah memperolehnya.

Dalam kenyataannya auditor sering kali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang sering kali menganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut:

1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh   kliennya atas jasa tersebut.

2. Sebagai penjual jasa sering kali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya.

3. Mempertahankan sikap mental independen sering kali dapat menyebabkan lepasnya  klien.


PERATURAN PASAR MODAL DAN REGULATOR MENGENAI INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK

Undang undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik yaitu, “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Pasar modal memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. institusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Salah satu tugas pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor dari kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan keuangan, window dressing, serta lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan pelaksana di bidang pasar modal. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan kereablean data yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten. Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal.

Ketentuan tersebut memuat hal-hal sebagai berikut:

· Jangka waktu Periode Penugasan Profesional:

1. Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.

2. Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.

· Dalam memberikan jasa profesional, khususnya dalam memberikan opini atau penilaian, Akuntan wajib senantiasa mempertahankan sikap independen. Akuntan tidak independen apabila selama Periode Audit dan selama Periode Penugasan Profesionalnya, baik Akuntan, Kantor Auditor independen, maupun Orang Dalam Kantor Auditor independen:

1. Mempunyai kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material pada klien, seperti: investasi pada klien atau kepentingan keuangan lain pada klien yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.

2. Mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien, seperti merangkap sebagai karyawan kunci pada klien, memiliki anggota keluarga dekat yang bekerja pada klien sebagai karyawan kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan, mempunyai mantan rekan atau karyawan profesional dari Kantor Auditor Independen yang bekerja pada klien sebagai karyawan kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan, kecuali setelah lebih dari 1 (satu) tahun tidak bekerja lagi pada Kantor Auditor Independen yang bersangkutan, atau mempunyai rekan atau karyawan profesional dari Kantor Auditor Independen yang sebelumnya pernah bekerja pada klien sebagai karyawan kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan, kecuali yang bersangkutan tidak ikut melaksanakan audit terhadap klien tersebut dalam periode audit.

3. Mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material dengan klien, atau dengan karyawan kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham utama klien. Hubungan usaha dalam butir ini tidak termasuk hubungan usaha dalam hal akuntan, Kantor Auditor Independen, atau orang dalam Kantor Auditor Independen memberikan jasa audit atau non audit kepada klien, atau merupakan konsumen dari produk barang atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan rutin.

4. Memberikan jasa-jasa non audit kepada klien seperti pembukuan atau jasa lain yang berhubungan dengan catatan akuntansi klien atau laporan keuangan, desain sistim informasi keuangan dan implementasi, penilaian atau opini kewajaran (fairness opinion), aktuaria, audit internal, konsultasi manajemen, konsultasi sumber daya manusia, konsultasi perpajakan, Penasihat Investasi dan keuangan, atau jasa-jasa lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.

5. Memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar Fee Kontinjen atau komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau komisi dari klien.

· Sistim Pengendalian Mutu

Kantor Auditor Independen wajib mempunyai sistem pengendalian mutu dengan tingkat keyakinan yang memadai bahwa Kantor Auditor Independen atau karyawannya dapat menjaga sikap independen dengan mempertimbangkan ukuran dan sifat praktik dari Kantor Auditor Independen tersebut

· Pembatasan Penugasan Audit

1. Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor Auditor Independen paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

2. Kantor Auditor independen dan akuntan dapat menerima penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut tidak mengaudit klien tersebut. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas tidak berlaku bagi laporan keuangan interim yang diaudit untuk kepentingan penawaran umum.


sumber: